Inilah cerita gw, seorang rockernya fakultas teknik. Berpakaian ala penyanyi punk, memakai gelang-gelang hitam, mata bagian bawah dikasih celak berwarna hitam, benar-benar gw banget. Gw biasa dipanggil Jo oleh semua orang, nama gw sebenarnya Fathahillah, tapi coba lo pikir kalau seandainya gw dipanggil Fathahillah sedangkan tampilan gw kayak gini, wah malu sama penampilan cuy.
Pagi ini, hanya dengan cuci muka dan gosok gigi aja gw berjalan keluar kostan bertujuan hendak kecampus mencari ilmu. Haaahhaa….sangat mahasiswa sekali tujuan gw hari ini. Matakuliah pagi dimulai jam tujuh pagi, saat gw ngeliat jam tangan butut gw ini jarumnya udah nunjukin jam delapan lewat lima belas menit. Benar-benar gembel.
Karena gw yakin hari ini telat, maka perjalanan gw hanya sampai digerbang fakultas aja. Temen-temen gw duduk didepan RSG sambil maen-maen gitar, sama-sama tak kuliah. Motto hidup kami adalah kuliah santai, kehidupan cerah. Haahhaa…benar-benar tak masuk akal sebenarnya motto hidup itu. Tapi, itulah yang jadi motto hidup gw sekarang.
Baru aja duduk bersama yang lain dan menikmati petikan gitar yang melodinya tak karuan, gw melihat beberapa anak rohis lewat disamping kami. Kali ini, para perempuannya yang lewat. Haaahhaa…sangat kontras sekali dengan kami yang sedang duduk-duduk ini.
“Kalau gw pikir-pikir ya, apa mereka nggak pernah tertarik berpenampilan seperti orang lain biasanya? Kenapa mereka harus make’ jilbab yang besar dan baju yang terlalu menutup itu?” Tanya Angga sembari menggeleng-gelengkan kepalanya menatap para wanita rohis yang lewat.
“Buat apa lo pertanyain? Itu khan kenyaman masing-masing orang!” gw menjawab pelan dan kemuadian kembali berdiri.
“Mau kemana lo?” Tanya Avian yang baru datang. “Duduk dulu lah, kita ngerokok dulu. Gratis nih gw bawanya.”
“Mau kekantin, gw laper! Rokoknya lebihin buat gw aja ntar.” Gw berjalan menjauh. Sebenarnya hati gw tertambat pada salah satu annisa tadi. Si gadis rohis yang tak sengaja mengambil hati gw.
Waktu itu, gw baru aja selese’ kuliah diblok. Saat menyusuri koridor FT ternyata di taman depan sedang ada acara anak rohis, dan saat itulah gw ngeliat dia. Dia menjadi panitia, hari itu dia memakai jilbab yang berwarna pink cerah. Secerah wajahnya yang ayu, lama gw memperhatikannya dan saat itu juga mendeklamasikan bahwa gw udah jatuh cinta pada seorang anak rohis.
Sebenarnya setelah pendeklamasian itu, sering kali gw tertawa sendiri dalam hati. Gw adalah anak punk, yang sholat pun jarang. Entah gw masih bisa ngaji atau enggak. Yang sholat jum’at aja sering kena ‘M’ alias malas. Berani-beraninya jatuh cinta pada cewek itu.
Hati gw paling panas kalau mendengar perkataan teman-teman gw soal cara berpakaina anak rohis, mereka mungkin berkata itu bukan untuk mengejek tapi bagi gw yang jantung hatinya sudah tersangkut pada salah satu annisa itu tentu tak ingin mendengar hal-hal yang jelek soal mereka.
Gw terus mengikuti sekelompok anak-anak rohis ini, mereka hendak ke mushalla FT. Mungkin ada forum annisa siang ini. Tak lama berjalan, gw berhenti tak jauh dari pintu mushalla, nggak mungkin gw ikut masuk. Gw hanya mencuri pandang ke dalam, mencoba mencari tahu bagaimana kabar si pujaan hati gw itu.
Satu lagi yang perlu diketahui, inilah pekerjaan gw setelah jatuh cinta. Duduk didepan mushalla kalau dia ada acara forum annisa, atau pura-pura ikut shalat dzuhur agar dapat bertemu dengannya. Benar-benar memalukan kalau salah satu teman gw mengetahui ini. Tapi, bukankah orang bilang cinta itu buta? Maka butalah gw sekarang.
“Kamu…mau ikut acara forum annisa?” Tanya seorang gadis dibelakang gw. Gw kaget dan berbalik. Astaga, gw kepergok lagi ngeliatin para annisa dimushalla. Walau cuma berdiri didepan mushalla, tentu semua orang akan bertanya-tanya kenapa gw si anak punk ini berdiri disini. Bukan hanya itu yang membuat gw kaget, tapi ternyata cewek yang sedang bertanya ini adalah cewek rohis sang tambatan hati.
“Ngg…enggaklah, keliatan kalau gw pingin ikut forum annisa?” Tanya gw balik.
“Ya nggak mungkin sech, kamu khan cowok!” dia tersenyum dan berlalu dengan sopan.
Ahay…hati gw bener-bener seneng. Seperti taman bunga sedang bermekaran dihadapan. Gw jadi ingat film India, pingin banget gw belari-lari dan bernyanyi.
“Tum pa sea e…yu mus kura e” gw bersenandung ria. Siapa kira anak punk kesenangan malah nyanyiin lagu india.
“Kenapa lo senyam-senyum?” tegur teman gw satu jurusan.
“Gw lagi senang cuy, ajib dech!” gw tersenyum.
“Heehhh…sini dulu! Emang ada apaan?” dia menarik tangan gw dan kami duduk di salah satu bangku ditaman FT.
“Emang elo senang kenapa? Lo lagi jatuh cinta ye?” tebaknya lagi. Gw kaget. Waduh, bisa gawat ceritanya kalau ada yang tahu gw jatuh cinta sama cewek rohis.
“Haaahh…nggak!” gw menggeleng cepat. Dia adalah teman satu kostan gw, satu kamar dan satu tempat tidur. Sama-sama punya sifat berantakan dan mungkin sama-sama nggak mandi pagi ini. Yang membedakan hanya karena IP dia tiga keatas, sedangkan gw tak sampai dua setengah.
“Jujur ama gw? Lo malu ya? Haahhaaa…anak punk malu!” dia tertawa keras.
“Sialan lo!” gw langsung memukul kepalanya.
“Jadi sekarang omong sama gw,”
“Okelah kalau begitu, iye gw emang jatuh cinta!”
“Sama?” dia mengerutkan alisnya.
“Salah satu anak rohis,” jawab gw pelan. Gw udah bersiap-siap mendengar tawanya yang besar dan mengejek. Tapi kok gw nggak mendengar suara tawa? Gw ngeliat Tomi, dia sedang menatap gw ragu.
“Yakin lo?” tanyanya masih menatap takjub.
“Iye cuy, alah mak…gw nggak tau kenapa gw bisa jatuh hati sama tu cewek!”
“Haahhahaa…bagus-bagus!” angguknya. Kini giliran gw yang kaget.
“Bagus kenapa?”
“Berarti lo nggak sesat seperti yang gw bayangin, gw pernah mikir bahwa lo hanya akan jatuh cinta pada cewek yang satu spesies elo aja. Sama-sama anak punk dan berpakaian sama seperti elo,” jelasnya.
“Kurang ajar lo bilang gw spesies,” gw kembali memukul kepalanya.
“Hahaaa…” dia tertawa. “Tapi…apa lo yakin?”
“Yakin apa?”
“Apa lo yakin, lo pantas buat dia? Liat dong penampilan elo dan samakan sama dia. Nama elo aja Fathahillah lo ganti jauh-jauh jadi Jo, nggak pernah soal jum’at dan sebagai-sebagainya. Lo yakin dia mau?”
Gw mendengar ucapan dia. Gw memang dari awal sudah tahu tanggapan orang jika mendengar ini. Gw ikat rambut gondrong gw dengan karet, pertanda kalau gw lagi kesel.
“Jatuh cinta itu boleh cuy, tapi cinta juga ada porsi masing-masingkan! Lo yakin mau meminang cewek rohis dengan gaya kaya’ gene?”
“Gw nggak pernah berpikiran sampai ke situ,”
“Sekarang mending lo buang jauh-jauh perasaan itu kalau lo nggak bisa ngerubah gaya elo yang kaya’ gini, atau elo mau lebih dulu ngungkapin prasaan elo? Itu terserah lo, gw selalu mendukung elo!” Tomi menepuk pundak gw dan pergi. Benar-benar nggak bertanggung jawab ni orang, setelah dia bikin gw bingung gini dia malah seenaknya cabut.
Ada sebuah tantangan dalam ucapan dia tadi, gw mau berubah demi cewek itu atau mengungkapkan perasaan dengan resiko ditolak. Waaahh…benar-benar gembel. Sekali lagi gw coba buat bercermin diri, benar-benar tak cocok untuk cewek itu. Tapi gw nggak mungkin berubah secepat itu, entah kenapa dalam hati gw ingin menyambut tantangan Tomi tadi untuk menyatakan cinta pada cewek rohis ini.
Baru saja menguatkan hati buat menyatakan cinta, gw melihat cewek rohis itu lewat. Gw berdiri dan menyusulnya.
“Assalammu’alaikum!” sapa gw. Dia berhenti dan melihat.
“Wa’alaikumussalam!” dia tersenyum. “Forum annisanya masih berlanjut di mushalla, kesanan aja,” jelasnya mengejekku.
“Kalau githu lo ajarin gw pake’ jilbab supaya gw bisa ikutan acara itu!” jawab gw ikutan tersenyum.
“Ada apa?” tanyanya sopan dan melihat penampilan gw.
“Boleh kenalan?” gw mengulurkan tangan.
“Hannah,” dia mendekatkan tangannya kedada dan tak ingin menyambut uluran tanganku.
“Hoohh…” gw mengangguk. “Gw Jo!”
“Ya…!” angguknya.
“Gw mau bilang sesuatu,”
“Apa?” dia menyipitkan hatinya. Gw termasuk orang yang nggak punya aturan, mungkin cara penembakan ini bisa dibilang asalan aja. Tapi bagi gw ini tetap aja katakana cinta, yang sangat sakral buat gw. Tentu aja.
“Gw suka sama lo!” jawab gw langsung. “Gw pingin lo jadi cewek gw!”
“Apa?” suaranya semakin terdengar sangat takjub. “Kamu yakin?”
“Iya…gw yakin!”
“Terimakasih atas perasaannya, tapi…”
“Tapi apa? Gw nggak pantas buat lo karena gw berpakaian kaya’ gini?”
“Berpakaian seseorang itu tidak masalah, tapi kamu pasti tahu calon seperti apa yang kira-kira aku ingini. Apa kamu bisa jadi imam yang baik? Imam yang menuntunku ke syurga?”
Asli banget, gw kaget ngedengerin jawabannya itu, benar-benar diluar dugaan gw. Imam yang baik? Haaahh…sholat dan ngaji aja belum tentu becus.
“Tapi…apa gw punya kesempatan?”
“Tentu aja, semua kesempatan terbuka buat semua orang. Aku tunggu kamu, saat kamu siap untuk menjadi imam yang baik, datanglah dan pinang aku!” dia tersenyum tipis dan pergi.
Benar-benar bidadari turun dari langit. Jawabannya sungguh tak menyakiti hati. Lembut dan membuat gw nggak kecewa. Gw tahu akan ada kesempatan. Bukankah dia bilang tadi, dia akan menunggu sampai gw bisa menjadi imam yang baik. Hannah…
⨳⨳⨳⨳
3 hari kemudian…
“Jo?” teman-teman nongkrong gw yang biasa duduk didepan RSG terpana ngeliat penampilan gw. Gw sengaja pulang kampung selama tiga hari dan membuat sedikit perubahan. Tomi yang lewat hendak keblok pun langsung menghentikan langkahnya dan ikut berdiri memperhatikan gw.
“Rambut gondrong lo mana?” tanya Angga. “Waahh…kesambet setan mana ni?”
“Rambut dipotong nyokap gw, katanya kayak preman,” gw menjawab santai.
“Kemeja, celana dasar! Lo serius?” tanya Tomi ikut-ikutan.
“Gw yakin,” angguk gw dan berlalu. Tomi mengejar gw dan menarik tangan.
“Apa?” tanya gw lagi.
“Apa ini permintaan cewek rohis itu?”
“Bukan, tapi ini adalah permintaan gw untuk jadi imam yang baik buat dia kelak. Oh ya…perkenalkan, nama gw Fathahillah bukan Jo!” gw menjabat tangan Tomi dan tersenyum.
“Keren…” dia tersenyum. “Semoga elo ngedapetin dia cuy,” kami saling berpelukan, tentu berpelukan antar lelaki. Setelah berpelukan dan saling menertawakan, gw ngeliat Hannah lewat dengan teman-temannya yang lain. Gw tersenyum padanya, seperti yang lain dia pun kaget ngeliat penampilan gw.
“Asslammu’alaikum ukhti!” gw menyapanya dan tersenyum.
“Wa’alaikumussalam akhi!” dia menangguk dan terus berlalu dengan teman-temannya.
“TUNGGU GW BUAT JADI IMAM YANG BAIK UNTUK ELO KELAK!” teriak gw keras, gw nggak peduli semua orang memperhatikan dan teman-temannya yang tertawa mendengar. Ini urusan masa depan, walau pun malu-maluin gw harus tetap mengatakannya.
Dia memalingkan wajahnya kearah gw dan mengangguk pelan. Benar-benar moment yang gw tunggu-tunggu. Tampak teman-temannya menggoda, tapi dia hanya tersenyum tipis dan tak berkomentar.
“Ingat…nama gw Fathahillah!” teriak gw lagi dan akhirnya dia menghilang dia pintu mushalla.
“Mantap!” Tomi menepuk pundak gw dan kami berdua tersenyum. Gw yakin akan dapat meminang dia. Gw bukan si rocker teknik sipil lagi, tapi gw hanyalah seorang Fathahillah yang hatinya tertambat pada seorang gadis rohis. Hannah…
⨳⨳⨳⨳